Minggu, 06 Juni 2010

Perawat Terhebat Di Dunia

Aku yakin, semua orang (waras) pasti tak ingin sakit. Tapi, tak mungkin juga kita bisa selalu sehat tanpa sesekali sakit. Sebab sakit itu juga penanda bahwa kita memang manusia normal yang punya keterbatasan fisik.

Manusiawi kan?


Teringat sewaktu aku kecelakaan 2 tahun yang lalu. Mama menjadi orang yang pualing repot mengurusku yang waktu itu koma selama beberapa hari. Saat aku mulai sadar dan kondisiku berangsur angsur membaik, aku lihat semua kesibukan mama tiap hari. Mengompres dahiku, membuatkan bubur, menyuapi, mengelap badanku, lalu menggosok badanku dengan minyak kayu putih. Beberapa kali mama terpaksa bangun karena aku mengeluh kesakitan.

Mama tulus mengelap darah yang masih sering menetes melalui telinga dan hidungku, juga membersihkan semua 'kotoran' yang ada di tubuhku. Tanpa mengeluh. Tak semua orang bisa tahan menghadapi 2 hal ini lho...


Sesekali mama menyentuh dahi dan leherku untuk mengukur suhu tubuhku yang waktu itu belum stabil, atau menyelimutiku agar tak kedinginan.

Mama pasti membuatkan susu coklat manis kesukaanku dan menyiapkan segelas air putih, menyediakan jeruk manis segar atau pisang, lalu menempatkan sebuah kursi di dekat tempat tidur untuk meletakkan semua logistik itu agar aku mudah mengambil minum dan obat tanpa harus bangun dari tempat tidur. Saat aku berangsur sehat dan bisa bangun dari tempat tidur, kursi di dekat tempat tidur pun mulai disingkirkan.

Saat aku demam tinggi hingga nyaris mengigau, mama juga menemaniku. Biasanya saat demam tinggi begitu, airmataku meleleh tak dapat kucegah, kepalaku nyut-nyutan dan seolah “kulihat” segulung kasur besar dari langit-langit kamar turun pelan-pelan berputar, semakin dekat...membesar...membesar...membesar...lalu mengancam akan menabrakku. Mengerikan!! Dan mama selalu dengan setia di sampingku untuk menenangkanku...


Karena punya pengalaman betapa tak berdaya saat sakit dan betapa bahagianya saat kita dimanjakan diperhatikan lebih, maka aku pun mudah merasa iba pada mereka yang sakit. Kepada pasien yang aku temui, aku juga “meniru” mama, membuat si sakit senyaman mungkin, . Well, sedapat mungkin aku meladeni mereka dengan penuh perhatian.

Begitupun, dari mama aku belajar banyak hal yang aku terapkan dalam kehidupanku sehari - hari.

Sudah beberapa hari ini aku termehek-mehek menyanyikan lagu ini. Lagu sangat pendek, berlirik sederhana yang kupelajari saat kecil dulu, entah siapa pengarangnya, tak berhasil kucari lewat internet. Haru biru aku,,,

" Kasih ibu, kepada beta

Tak terhingga sepanjang masa

Hanya memberi, tak harap kembali

Bagai sang surya menyinari dunia"

Kupersembahkan lagu ini untuk mamaku.

Mama,,,, Terima kasih telah menjadi perawat terhebat di dunia ya, Ma?

I love you fullll...

0 komentar:

Posting Komentar

Minggu, 06 Juni 2010

Perawat Terhebat Di Dunia

Diposting oleh StiKa HiKMaWaN di 21.45
Aku yakin, semua orang (waras) pasti tak ingin sakit. Tapi, tak mungkin juga kita bisa selalu sehat tanpa sesekali sakit. Sebab sakit itu juga penanda bahwa kita memang manusia normal yang punya keterbatasan fisik.

Manusiawi kan?


Teringat sewaktu aku kecelakaan 2 tahun yang lalu. Mama menjadi orang yang pualing repot mengurusku yang waktu itu koma selama beberapa hari. Saat aku mulai sadar dan kondisiku berangsur angsur membaik, aku lihat semua kesibukan mama tiap hari. Mengompres dahiku, membuatkan bubur, menyuapi, mengelap badanku, lalu menggosok badanku dengan minyak kayu putih. Beberapa kali mama terpaksa bangun karena aku mengeluh kesakitan.

Mama tulus mengelap darah yang masih sering menetes melalui telinga dan hidungku, juga membersihkan semua 'kotoran' yang ada di tubuhku. Tanpa mengeluh. Tak semua orang bisa tahan menghadapi 2 hal ini lho...


Sesekali mama menyentuh dahi dan leherku untuk mengukur suhu tubuhku yang waktu itu belum stabil, atau menyelimutiku agar tak kedinginan.

Mama pasti membuatkan susu coklat manis kesukaanku dan menyiapkan segelas air putih, menyediakan jeruk manis segar atau pisang, lalu menempatkan sebuah kursi di dekat tempat tidur untuk meletakkan semua logistik itu agar aku mudah mengambil minum dan obat tanpa harus bangun dari tempat tidur. Saat aku berangsur sehat dan bisa bangun dari tempat tidur, kursi di dekat tempat tidur pun mulai disingkirkan.

Saat aku demam tinggi hingga nyaris mengigau, mama juga menemaniku. Biasanya saat demam tinggi begitu, airmataku meleleh tak dapat kucegah, kepalaku nyut-nyutan dan seolah “kulihat” segulung kasur besar dari langit-langit kamar turun pelan-pelan berputar, semakin dekat...membesar...membesar...membesar...lalu mengancam akan menabrakku. Mengerikan!! Dan mama selalu dengan setia di sampingku untuk menenangkanku...


Karena punya pengalaman betapa tak berdaya saat sakit dan betapa bahagianya saat kita dimanjakan diperhatikan lebih, maka aku pun mudah merasa iba pada mereka yang sakit. Kepada pasien yang aku temui, aku juga “meniru” mama, membuat si sakit senyaman mungkin, . Well, sedapat mungkin aku meladeni mereka dengan penuh perhatian.

Begitupun, dari mama aku belajar banyak hal yang aku terapkan dalam kehidupanku sehari - hari.

Sudah beberapa hari ini aku termehek-mehek menyanyikan lagu ini. Lagu sangat pendek, berlirik sederhana yang kupelajari saat kecil dulu, entah siapa pengarangnya, tak berhasil kucari lewat internet. Haru biru aku,,,

" Kasih ibu, kepada beta

Tak terhingga sepanjang masa

Hanya memberi, tak harap kembali

Bagai sang surya menyinari dunia"

Kupersembahkan lagu ini untuk mamaku.

Mama,,,, Terima kasih telah menjadi perawat terhebat di dunia ya, Ma?

I love you fullll...

0 komentar on "Perawat Terhebat Di Dunia"

Posting Komentar